Carilah Keredhaan Allah

Khamis, 1 Disember 2011

Kitab Kimyatusy- Sya'adah - Imam Al-Ghazali (13)

Sufi Road : Kitab Kimyatusy- Sya'adah - Imam Al-Ghazali (13)

PEMERIKSAAN DIRI DAN ZIKIR KEPADA ALLAH

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa di dalam al-Qur'an Tuhan telah berfirman, "Akan Kami pasang satu timbangan yang adil di Hari Perhitungan dan tak akan ada jiwa yang dianiaya dalam segala hal. Siapa pun yang telah menempa satu butir kebaikan atau maksiat, kelak pada hari itu akan melihatnya." Di dalam al-Qur'an juga tertulis, "Setiap jiwa akan melihat apa yang diperbuat sebelumnya pada Hari Perhitungan." Khalifah Umar pernah berkata, "Tuntutlah pertanggungjawaban dari dirimu sebelum dituntut pertanggungjawabanmu." Dan Tuhan berfirman, "Wahai kaum mukminin, bersabar dan berjuanglah melawan nafsu-nafsumu dan kemudian beristiqamahlah." Semua wali paham bahwa mereka datang ke dunia ini untuk menyelenggarakan suatu lalu-lintas ruhaniah. Perolehan ataupun kerugian yang menjadi akibatnya adalah surga atau neraka.
Oleh karena itu, mereka selalu menatap dengan pandangan waspada kepada badan mereka yang berkhianat, bisa menyebabkan mereka menderita kerugian besar. Oleh karena itu, hanya orang-orang bijaksana sajalah yang setelah shalat subuhnya menghabiskan satu jam penuh untuk mengadakan perhitungan ruhaniah dan berkata kepada jiwanya, "Wahai jiwaku, engkau hanya mempunyai satu hidup. Tidak satu pun saat yang telah lewat bisa dikembalikan, karena dalam perbendaharaan Allah jumlah nafas bagianmu sudah tertentu dan tidak bisa ditambah. Ketika kehidupan telah berakhir, tidak ada lagi lalu-lintas ruhaniah yang mungkin kau peroleh. Karena itu, apa yang bisa kau kerjakan, kerjakanlah sekarang. Perlakuan hari ini sedemikian rupa seakan-akan hidupmu telah kau habiskan sama sekali dan bahwa hari ini adalah hari tambahan yang dianugerahkan kepadamu oleh rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa. Kekeliruan apa lagi yang lebih besar daripada menyia-nyiakannya?"
Selengkapnya...

Monday, December 20, 2010

Sufi Road : Kitab Kimyatusy- Sya'adah - Imam Al-Ghazali (12)

PENGETAHUAN TENTANG AKHIRAT

Berkenaan dengan nikmat surgawi dan siksaan-siksaan neraka yang akan mengikuti kehidupan ini, semua orang yang percaya pada al-Qur'an dan Sunnah sudah cukup mengetahuinya. Tapi ada suatu hal yang sering terlewatkan oleh mereka, yaitu bahwa ada juga suatu surga ruhaniah dan neraka ruhaniah. Mengenai surga ruhaniah, Allah berfirman kepada NabiNya, "Mata tidak melihat, tidak pula telinga mendengarnya, tak pernah pula terlintas dalam hati manusia apa-apa yang disiapkan bagi orang-orang yang takwa."
Di dalam hati manusia yang tercerahkan ada sebuah jendela yang membuka ke arah hakikat-hakikat dunia ruhaniah, sehingga ia mengetahui - bukan dari kabar angin atau kepercayaan tradisional, melainkan dengan pengalaman nyata - segala sesuatu yang menyebabkan kerusakan ataupun kebahagiaan di dalam jiwa, persis sama jelas dan tegasnya sebagaimana seorang dokter mengetahui apa yang menyebabkan penyakit ataupun menyehatkan tubuh. Ia tahu bahwa pengetahuan tentang Allah dan ibadah bersifat mengobati, dan bahwa kejahilan dan dosa adalah racun-racun maut bagi jiwa. Banyak orang, bahkan juga yang disebut sebagai ulama, karena mengikuti secara membuta pendapat orang lain, tidak mempunyai keyakinan yang sesungguhnya dalam iman mereka berkenaan dengan kebahagiaan atau penderitaan jiwa di akhirat. Tetapi orang yang mau mempelajari masalah ini dengan pikiran yang tak terkotori oleh prasangka akan sampai pada keyakinan yang jelas tentang masalah ini.

Akibat kematian atas sifat gabungan (komposit) manusia adalah sebagai berikut. Manusia punya dua jiwa, jiwa hewani dan jiwa ruhani. Jiwa ruhani ini bersifat malaikat. Tempat jiwa hewaniah adalah dalam hati, tempat dari mana jiwa ini menyebar seperti uap halus dan menyelusupi semua anggota tubuh, memberikan tenaga atau kemampuan melihat pada mata, mendengar pada telinga, serta kepada semua anggota tubuh memberikan kemampuan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsinya. Hal ini bisa dibandingkan dengan sebuah lampu yang ditempatkan di dalam suatu pondok yang cahayanya jatuh pada dinding-dinding ke mana pun ia pergi. Hati adalah sumbu lampu ini, dan jika penyaluran minyaknya diputus karena suatu alasan, maka matilah lampu itu. Seperti itulah kematian jiwa hewani. Tidak demikian halnya dengan jiwa ruhani atau jiwa manusiawi. Ia tak terpilahkan dan dengannya manusia mengenali Allah.
Selengkapnya...

Wednesday, December 8, 2010

Sufi Road : Kitab Kimyatusy- Sya'adah - Imam Al-Ghazali (11)

PENGETAHUAN TENTANG TUHAN

Sebuah hadits Nabi (SAW) yang terkenal berbunyi "Dia yang mengenal dirinya, mengenal Allah." Artinya, dengan merenungkan wujud dan sifat-sifatnya, manusia sampai pada sebagian pengetahuan tentang Tuhan. Tetapi karena banyak orang yang merenungkan dirinya tidak juga menemui Tuhan, berarti bahwa tentulah ada cara-cara tersendiri untuk melakukan hal tersebut. Kenyataannya, ada dua metode untuk bisa sampai pada pengetahuan ini. Salah satu di antaranya sedemikian musykil sehingga tidak bisa dicerna dengan kecerdasan biasa dan karenanya lebih baik tidak dijelaskan.

Metode yang lain adalah sebagai berikut. Jika seorang manusia merenungkan dirinya, ia akan tahu bahwa sebelumnya ia tidak ada, sebagaimana tertulis di dalam al-Qur'an: "Tidakkah manusia tahu bahwa sebelumnya ia bukan apa-apa?" Selanjutnya ia ketahui bahwa ia terbuat dari satu tetes air yang tidak mengandung intelek, pendengaran, kepala, tangan, kaki dan sebagainya. Dari sini jelaslah bahwa, setinggi apa pun tingkat kesempurnaannya, ia tidak menciptakan dirinya dan tidak pula ia mampu mencipta seutas rambut sekalipun.
Betapa sangat tak berdayanya ia pada waktu ia baru hanya berupa setetes air itu! Jadi, sebagaimana telah kita lihat pada bab pertama (Pengetahuan Tentang Diri - pen.), dia dapati pada wujudnya sendiri terpantulkan sebagai, katakanlah, suatu miniatur kekuasaan, kebijakan dan cinta Sang Pencipta. Jika semu orang pandai dari seluruh dunia dikumpulkan dan hidup mereka diperpanjang sampai waktu yang tidak terbatas, tidak akan bisa mereka hasilkan perbaikan apa pun atas bangun satu bagian saja dari jasad manusia. Misalnya, pada penyesuaian geligi depan dan samping pada pengunyahan makanan, serta pada bangun lidah, kelenjar-kelenjar air liur dan kerongkongan untuk penelanannya, kita dapati peralatan-peralatan yang tidak bisa dibuat lebih baik lagi. Demikian pula seseorang yang merenungkan tangan dengan lima jari-jarinya yang tidak sama panjang - empat di antaranya dengan tiga persendian dan jempol yang hanya mempunyai dua - serta dengan cara bagaimana ia bisa dipergunakan untuk mencekal, menjinjing atau memukul, secara terus terang akan mengakui bahwa tidak akan mungkin kebijakan manusia bisa membuatnya lebih baik lagi dengan mengubah jumlah dan aturan jari-jari tersebut, atau dengan jalan lain apa pun Selengkapnya...

Thursday, December 2, 2010

Sufi Road : Kitab Kimyatusy- Sya'adah - Imam Al-Ghazali (10)

PENGETAHUAN TENTANG DUNIA

Dunia ini adalah sebuah panggung atau pasar yang disinggahi oleh para musafir di tengah perjalannya ke tempat lain. Di sinilah mereka membekali diri dengan berbagai perbekalan untuk perjalanan itu. Jelasnya, di sini manusia dengan menggunakan indera-indera jasmaniahnya, memperoleh sejumlah pengetahuan tentang karya-karya Allah serta, melalui karya-karya tersebut, tentang Allah sendiri. Suatu pandangan tentang-Nya akan menentukan kebahagiaan masa-depannya. Untuk memperoleh pengetahuan inilah ruh manusia diturunkan ke alam air dan lempung ini. Selama indera-inderanya masih tinggal bersamanya, dikatakan bahwa ia berada di "alam ini". Jika kesemuanya itu pergi dan hanya sifat-sifat esensinya saja yang tinggal, dikatakan ia telah pergi ke "alam lain".

Sementara manusia berada di dunia ini ada dua hal yang perlu baginya. Pertama, perlindungan dan pemeliharaan jiwanya; kedua, perawatan dan pemeliharaan jasadnya. Pemeliharaan yang tepat atas jiwanya, sebagaimana ditunjukkan di atas, adalah pengetahuan dan cinta akan Tuhan. Terserap ke dalam kecintaan akan segala sesuatu selain Allah berarti keruntuhan jiwa. Jasad bisa dikatakan sebagai sekadar hewan tunggangan jiwa dan musnah, sementara jiwa terus abadi. Jiwa mesti merawat badan persis sebagaimana seorang peziarah, dalam perjalanannya ke Makkah, merawat ontanya. Tetapi jika sang peziarah menghabiskan waktunya untuk memberi makan dan menghiasi ontanya, kafilah pun akan meninggalkannya dan ia akan mati di padang pasir.

Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah manusia itu sederhana saja, hanya terdiri dari tiga hal; makanan, pakaian dan tempat tinggal. Tetapi nafsu-nafsu jasmaniah yang tertanam di dalam dirinya dan keinginan untuk memenuhinya cenderung untuk memberontak melawan nalar yang lebih belakangan tumbuh dari nafsu-nafsu itu. Sesuai dengan itu, sebagaimana kita lihat di atas, mereka perlu dikekang dan dikendalikan dengan hukum-hukum Tuhan yang disebarkan oleh para nabi. Selengkapnya...

Thursday, November 18, 2010

Sufi Road : Kitab Kimyatusy- Sya'adah - Imam Al-Ghazali (9)

PENGETAHUAN TENTANG DIRI

Pengetahuan tentang diri adalah kunci pengetahuan tentang Tuhan, sesuai dengan Hadits: "Dia yang mentetahui dirinya sendiri, akan mengetahui Tuhan," dan sebagaimana yang tertulis di dalam al-Qur'an: "Akan Kami tunjukkan ayat-ayat kami di dunia ini dan di dalam diri mereka, agar kebenaran tampak bagi mereka." Nah, tidak ada yang lebih dekat kepada anda kecuali diri anda sendiri. Jika anda tidak mengetahui diri anda sendiri, bagaimana anda bisa mengetahui segala sesuatu yang lain. Jika anda berkata" "Saya mengetahui diri saya"- yang berarti bentuk luar anda; badan, muka dan anggota-anggota badan lainnya - pengetahuan seperti itu tidak akan pernah bisa menjadi kunci pengetahuan tentang Tuhan. Demikian pula halnya jika pengetahuan anda hanyalah sekedar bahwa kalau lapar anda makan, dan kalau marah anda menyerang seseorang; akankah anda dapatkan kemajuan-kemajuan lebih lanjut di dalam lintasan ini, mengingat bahwa dalam hal ini hewanlah kawan anda?

Pengetahuan tentang diri yang sebenarnya, ada dalam pengetahuan tentang hal-hal berikut ini:

Siapakah anda, dan dari mana anda datang? Kemana anda pergi, apa tujuan anda datang lalu tinggal sejenak di sini, serta di manakah kebahagiaan anda dan kesedihan anda yang sebenarnya berada? Sebagian sifat anda adalah sifat-sifat binatang, sebagian yan glain adalah sifat-sifat setan dan selebihnya sifat-sifat malaikat. Mestai anda temukan, mana di antara sifat-sifat ini yan gaksidental dan mana yan gesensial (pokok). Sebelum anda ketahui hal ini, tak akan bisa anda temukan letak kebahagiaan anda yang sebenarnya.
Selengkapnya...

Tuesday, November 9, 2010

Sufi Road : Kitab Kimyatusy- Sya'adah - Imam Al-Ghazali (8)

CINTA KEPADA ALLAH

Kecintaan kepada Allah adalah topik yang paling penting dan merupakan tujuan akhir pembahasan kita sejauh ini. Kita telah berbicara tentang bahaya-bahaya ruhaniah karena mereka menghalangi kecintaan kepada Allah di hati manusia. Telah pula kita bicarakan tentang berbagai sifat baik yang diperlukan untuk itu. Penyempurnaan kemanusiaan terletak di sini, yaitu bahwa kecintaan kepada Allah mesti menaklukkanhati manusia dan menguasainya sepenuhnya. Kalaupun kecintaan kepada Allah tidak menguasainya sepenuhnya, maka hal itu mesti merupakan perasaan yang paling besar di dalam hatinya, mengatasi kecintaan kepada yang lain-lain. Meskipun demikian, mudah dipahami bahwa kecintaan kepada Allah adalah sesuatu yang sulit dicapai, sehingga suatu aliran teologi telah kenyataan sama sekali menyangkal, bahwa manusia bisa mencitai suatu wujud yang bukan merupakan spesiesnya sendiri. Mereka telah mendefinisikan kecintaan kepada Allah sebagai sekedar ketaatan belaka. Orang-orang yang berpendapat demikian sesungguhnya tidak tahu apakah agama itu sebenarnya.

Seluruh muslim sepakat bahwa cinta kepada Allah adalah suatu kewajiban. Allah berfirman berkenaan dengan orang-orang mukmin: "Ia mencintai mereka dan mereka mencitaiNya." Dan Nabi saw. Bersabda, "Sebelum seseorang mencintai Allah dan NabiNya lebih daripada mencintai yang lain, ia tidak memiliki keimanan yang benar." Ketika Malaikat Maut datang untuk mengambil nyawa Nabi Ibrahim, Ibrahim berkata: "Pernahkan engkau melihat seorang sahabat mengambil nyawa sahabatnya?" Allah menjawabnya, "Pernahkan engkau melihat seorang kawan yang tidak suka untuk melihat kawannya?" Maka Ibrahim pun berkata, "Wahai Izrail, ambillah nyawaku!"
Selengkapnya...

Tiada ulasan:

Catat Ulasan